Gara– Gara Lonceng
Di suatu sekolah tepatnya di SDN 015 Sungai Salak. Sedang dalam proses waktu jam belajar, namun ada 1 kelas yang tidak belajar karena saat itu mata pelajaran jam bersama dan kedua gurunya berhalangan hadir. Kelas 5B berisi 30 orang siswa terdiri dari 15 cewek dan 15 cowok. Sifatnya pun bermacam ragam, ada yang jahil menunggu temannya, ada yang asik sendiri, dan ada yang suka ribut. Nah sebut saja yang hobi ribut ini namanya Wiya. Wiya merupakan siswa yang terbilang aktif dikelas namun lambat paham untuk pelajaran hitung-hitungan namun untuk pelajaran lain ia hebat.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada jam perjalanan terakhir yakni mata pelajaran olahraga, awalnya disuruh masuk dan ganti baju karena disuruh bermain dilapangan. Saat itu anak kelas 5B hanya mengganti baju namun tidak turun kelapangan. Hampir semuanya bermain didalam kelas. Untuk mengisi kekosongan tersebut Wiya dan teman-teman kelas 5B ingin bermain tapi tanpa keluar kelas. Wiya menyarakan bermain guru-guruan saja.
"Weii, kita main guru-guruan yok!"
"Yoklah akupun malas keluar (sahut Riky dengan lantang)
"Jadi siapa yang mau jadi gurunya? (berdiri di depan kelas dengan suara lantang)
"Aku tak pandai!" (sahut Desti sambil tertawa)
"Lah aku apa lagi!" (Sahut Rafi sambil tertawa terbahak-bahak)
"Lah kalo gitu siapalah yang bisa?"
"Kau ajalah Ya!" (sorak serentak teman-teman sekelas terhadap Wiya)
"Haha aku?"
"Kalian yakin aku jadi gurunya?" (sambil tertawa)
"Yakinlah!" (teman-teman bersorak girang)
"Ya sudah kalo gitu, aku jadi gurunya tapi aku ambil pelajaran Bahasa Indonesia aja ya" (sambil tersenyum)
"Oke" (teman-teman bertepuk tangan)
Ternyata Wiya menyanggupi permainan tersebut. Ia berdiri di depan kelas. Dengan senyuman bahagia ia berdiri di depan kelas.
"Assalamualaikum anak-anak Ibu semuanya, apa kabar?" (Wiya tersenyum malu)
"Alhamdulillah baik Bu" (teman-teman tersenyum seolah-olah memang sedang belajar dengan guru Bahasa Indonesia)
Setengah jam berlalu, Wiya mengakhiri pembelajaran yang ia telah buka. Kemudian ia tutup pembelajaran dengan memberikan pekerjaan rumah.
"Baik anak-anak Ibu semuanya, karena kalian sudah paham dengan materi yang Ibu sampaikan tadi, untuk mengetahui pemahaman kalian tentang yang Ibu telah sampaikan silahkan buka buku paket kalian halaman 21. Tolong kalian kerjakan soal 1 sampai 5. Perhatikan tulisannya!" (Bergumam dalam hati ya Allah aku bahagia jadi seorang Guru walaupun hanya guru pura-pura sambil tersenyum)
"Baik Bu" (teman-temannya mengikuti apa yang telah diarahkan Wiya)
"Mari kita ucapkan hamdalah!" Alhamdulillahhirobbilalaamiin (Dalam hati saya senang sekali menjadi guru karena
saya dapat mengajarkan sesuatu yang berguna, serta menjelaskan kepada anak
murid yang belum pandai membaca, menulis dan sebagainya)
Setalah itu Wiya keluar kelas untuk memukul lonceng menandakan waktu pembelajaran telas usai.
"Tenggggg! tenggg! tengggg! (Wiya dengan semangat memukul lonceng)
Namun apa yang terjadi, Wiya sungguh tidak menyangka semua
siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 keluar kelas serentak karena lonceng telah Wiya pukul. Tepat sekali waktu itu mati lampu jadi untuk tanda istirahat memukul lonceng. Semua orang berbahagia karena belum waktu pembelajaran selesai namun lebih awal selesai. Namun berbeda dengan Wiya yang terlihat pucat berdiri sambil memegang pemukul lonceng.
Dengan wajah yang lugu dan pucat terpancar dari raut wajahnya yang mungil. Ia tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu. Kemudian guru menghampiri Wiya.
"Apa-apa kamu Wiya! (dengan nada tinggi)
"Aaaa aanu Buk" (gugup berbicara terbata-bata)
"Anu apa? ikut Ibu ke kantor!" (guru menarik tangan Wiya)
Wiya dibawa ke dalam kantor untuk menjelaskan apa yang
sudah saya lakukan. Jadi Wiya ke kantor menemui guru dan menjelaskan semuanya.
Mohon maaf sebelumnya Ibu, saya salah sudah membuyikan lonceng, saya lupa Bu kalo sedang berpura-pura menjadi seorang guru, saya bahagia Bu tapi nyatanya saya membuat kesalahan yang fatal" (kedua belah tangan tersimpu meminta maaf kepada guru)
"Oh begitu iyalah Nak, lain kali jangan diulangi ya" (tersenyum)
"Sekali lagi saya minta maaf ya Bu" (sedih) bahwasanya itu semua keteledoran saya Bu (mencoba menjelaskan kepada guru-guru) karena niat sekali ingin menjadi seorang
guru sehingga lupa kalau waktu itu saya hanya menjadi guru pura-pura.
"Baiklah Nak, kembalilah ke kelas!"
"Baik Bu, terima kasih"
"Anak-anak semua silahkan kembali ke dalam kelasnya masing-masing! (menyeru dengan tegas)
Wiya kembali ke kelas, teman-temannya tersenyum memberikan semangat kepada Wiya. Kemudian Wiya dan teman-teman bermain bola di lapangan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tertawa bersama.
Seiring berjalannya waktu akhirnya kami naik kekelas
6 dan kami mulai belajar dengan giat agar bila saya besar nanti, ingin menjadi
guru. Untuk menjadi guru, saya harus rajin belajar serta selalu menyayangi
kepada semua teman, dan menghormati kepada yang lebih tua, seperti Bapak dan
Ibu guruku yang paling utama adalah kedua orangtuaku. Guru adalah pekerjaan
yang sangat mulia. Guru disebut juga
pahlawan tanpa tanda jasa. Pekerjaan seperti pegawai kantor, pedagang, petani, nelayan,tentara, polisi, dokter, buruh pabrik, koki dan lain-lain itu ada
dengan adanya guru, karena tanpa tanda jasa itulah, wajar kalau apapun yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengajarkan banyak ilmu, harus kita hargai
dan kita hormati. Manfaat yang didapat seorang siswa atau murid ketika ia
sangat menghormati guru mereka adalah akan sangat mudah menerima ilmu yang
diberikan oleh seorang guru.
Saya sangat bangga dengan semua guruku, tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu guru, telah mengajar dan membimbing
saya dengan sabar, sehingga kelak aku menjadi orang yang pandai dan berguna
bagi nusa dan bangsa. Sungguh mulia hatimu guruku, tugasmu mendidik aku tidak
kenal lelah. Akhirnya saya lulus dari SDN 015 Sungai Salak
Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri Hilir (Tembilahan, Riau Indonesia) saya
teringat pesan guruku yakni “Cara mengajar lebih utama dari pada bahan
yang diajarkan, penampilan guru lebih utama dari pada cara mengajar, tetapi
hati dan akhlak guru itu lebih utama dari pada penampilan guru itu”.
Saya sangat menghormati dan menghargai semua guru,
walau setiap guru mempunyai karakter yang berbeda, namun saya tetap menghormati
mereka sehingga merekapun senang kepadaku. Saya selalu menjadikan guru-guru
sebagai motivasi dan penyemangat dalam belajar karena pribadi saya sendiri
sangat senang ketika bisa membuat guru-guruku tersenyum bahagia karena prestasi
yang aku ukir walaupun tak seberapa namun alhamdullilah berkat seorang guru dan
kemauan saya untuk belajar.
-Selesai-


Komentar
Posting Komentar
Salam literasi :)